
Dusun Wintaos sendiri merupakan sebuah daerah yang cukup terpencil yang terletak sekitar 1,5 jam perjalanan ke arah selatan kota Yogyakarta, menyusuri jalan sepanjang jalur Yogya - Imogiri, kemudian lebih ke selatan lagi perjalanan kita akan disuguhkan oleh kondisi geografis mendaki yang cukup terjal, pemandangan hijau dari jajaran bukit kapur di selatan Yogya memang cukup menyegarkan mata, setelah perjalanan yang lelah dan menegangkan. Satu jam perjalanan, kita akan menjumpai kota Kecamatan Panggang, lengkap dengan beberapa infrastruktur Kantor Kecamatan, jajaran toko, pasar, deretan angkutan kota yang berupa bus 3/4 dan tentu saja sekolah. Perjalanan dilanjutkan sekitar 6 kilometer ke arah selatan atau kurang lebih setengah jam perjalanan, tibalah kita di Dusun Wintaos, Dusun yang memiliki anak anak luar biasa yang sangat bersemangat untuk belajar menjalani hidup, Dusun tempat berdirinya Sekolah Sumbu Panguripan.
Kondisi sosial masyarakat Dusun Wintaos sendiri sebagian besarnya merupakan petani, sebagian lainnya peternak, hanya beberapa diantaranya yang berprofesi sebagai pedagang. yang berjualan di Dusun wintaos, atau bekerja di Kota Yogya. Kondisi geografis yang berbukit, struktur tanah kapur, juga menjadikan faktor masyarakat di Dusun Wintaos tidak dapat berkembang cepat dan cenderung tergerus teknologi dan arus globalisasi. Kondisi tersebut juga menyebabkan banyak generasi muda dari daerah ini yang putus sekolah, sebagian diantaranya putus sekolah di tingkatan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, hanya sedikit dari mereka yang melanjutkan hingga Sekolah Menengah Umum atau Sekolah Kejuruan, apalagi yang hingga mencapai bangku kuliah mungkin hanya dalam hitungan jari atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Kaum muda Dusun Wintaos yang putus sekolah, kemudian mendedikasikan diri mereka dalam dunia kerja yang tak jelas juntrungannya, ada diantara mereka yang bekerja di Yogya, Jakarta, bahkan di luar Jawa seperti Sumatera dan Kalimantan sebagai petani kebun kelapa sawit. Kondisi pendidikan yang kurang memadai menjadikan mereka yang putus sekolan dan merantau bagaikan "sapi perah" dan tentunya pelengkap objek penderita. yang ada di benak mereka hanyalah bagaimana melanjutkan hidup, dan tentunya memenuhi kehidupan mereka dengan benda benda sekunder dan tersier seperti telepon seluler, dsb, serta bersiap untuk terjun dan tergilas dalam arus globalisasi.

Sisi kewirausahaan juga ditanamkan pada para siswa sekolah ini, diantaranya yaitu bercocok tanam, beternak, kesenian dan kerajinan tangan, pertukangan dasar, dan sebagainya, sehingga diharapkan dapat mengembangkan potensi lokal di daerah mereka untuk dikembangkan. Selain dari kegiatan rutin di atas, ada pula kegiatan seperti lomba kesenian, outbond siswa, maupun bazar murah yang diadakan dan dikelola secara berkala oleh para siswa sendiri dan didampingi oleh para fasilitator dan pengajar. Para siswa secara berkala juga dituntut untuk mengerjakan proyek secara pribadi, misalkan bagi siswa yang berminat dalam bidang usaha atau kesenian, maka siswa diharuskan untuk membuat proposal rencana usaha dan menjalaninya, atau bagi siswa yang tertarik untuk melaksanakan penelitian, maka harus membuat sebuah rencana penelitian, membangun jaringan, melaksanakan penelitian dari hal hal yang diminatinya, dan menuliskan hasil dari penelitiannya tersebut.
Sekolah Sumbu Panguripan ini dikelola berbasiskan kesukarelawanan dalam prinsip gotong royong dan persaudaraan antar para relawan dan masyarakat Girimulyo sendiri, sehingga saat ini animo belajar tidak hanya datang dari Dusun Wintaos saja namun juga dari dusun dusun disekitarnya. Semoga kelak pengorbanan mereka yang tergabung dalam Sekolah ini menjadikan terwujudnya sebuah cita kaum muda dari dusun terpencil ini.
Tulisan ini didedikasikan bagi Sekolah Sumbu Panguripan dan Orang orang yang tergabung di dalam nya : Mbak Diah, Pak Tuvail, Moeklas, Pak Isngadi, dan d' Diana Rosalina..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar